Kamis, 08 Desember 2011

Curcol Siswa Siswi Jaman Sekarang

Pendidikan melalui jalur formal dan non-formal adalah sarana untuk membangun manusia yang berkarakter dan berkualitas yang telah diamanatkan dalam UUD 45. Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkkan pendidikan yang layak. Lewat pendidikanlah masa depan bangsa dan negara diharapkan.

Mutu pendidikan kita saat ini sangat jauh tertinggal dari negara-negara maju. Seperti Negara Amerika, Australia, Jerman, dan Jepang. Bahkan di kawasan Asia Tenggara pun prestasi kita sudah ditinggalkan oleh negara tetangga dekat kita sendiri. Seperti Malaysia dan Singapura.

Malaysia yang dahulu banyak berguru ke Indonesia kini sudah melaju lebih jauh dari Indonesia. Justru sekarang telah banyak warga negara kita yang balik menempuh ilmu ke sana.

Sekolah dan kampus menjadi tempat di mana generasi dididik. Bisa kita bayangkan bagaimana kalau generasi kita tidak mau sekolah karena sekolah tidak lagi menyenangkan. Sekolah menjadi tempat yang membuat orang stres, frustasi, dan menjadi gila. Tidak hanya siswa. Bahkan, orang tua siswa.

Berita di media cetak tentang kegiatan siswa-siswa menjelang Ujian Akhir Nasional (UAN) yang begitu sibuk merupakan potret nyata pendidikan di negeri ini yang tidak lagi menyenangkan. Mahalnya biaya pendidikan menjadi isu nyata saat ini. Minimnya fasilitas sekolah selalu mewarnai isu pendidikan kita. Terutama sekolah-sekolah di pinggiran.

Rutinitas harian di sekolah sering membuat siswa frustasi. Banyaknya kegiatan sekolah, jadwal pelajaran yang padat, pekerjaan rumah (PR) yang selalu menumpuk, kegiatan les/ privat di sore hari yang membuat siswa semakin terampas hak-haknya sebagai anak. Hari libur tidak dipergunakan untuk libur. Habis untuk menyiapkan PR dari Bapak dan Ibu Guru. Padahal kita tahu usia kita banyak kita habiskan di sekolah.

Siswa tidak lagi dianggap seperti manusia. Tetapi, yang memiliki batasan-batasan dan telah dianggap seperti robot yang harus mengikuti program otaknya untuk menyerap semua materi pelajaran dan melakukan semua kegiatan sekolah.

Cerita ini sangat menyedihkan kita selaku masyarakat Indonesia. Apakah seperti ini model pendidikan di Indonesia.

Pengalaman saya di Australia ketika melihat anak anak ceria saat pergi ke sekolah dan menikmati hari-hari di sekolah sampai mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Australia rajin ke kampus khususnya perpustakaan yang sangat kontradiktif dibanding saat kuliah di Indonesia. Bahkan, pada suatu hari ada anak rekan saya karena sakit dilarang ke sekolah. Tetapi, si anak malah menangis dan tetap ngotot mau sekolah.

Suatu hal yang sangat kontradikti di Indonesia. Banyak anak-anak yang alasan sakit supaya tidak pergi sekolah. Bahkan, kegiatan mbolos menjadi agenda siswa.

Dari deretan contoh lain bisa kita bayangkan kenapa rata-rata mahasiswa Indonesia yang pernah menempuh pendidikan di luar negeri rata-rata ingin kembali studi ke luar negeri. Bukankan tantangan studi di luar negeri jauh lebih susah. Seperti biaya mahal, masalah bahasa, budaya yang berbeda, persyaratan, dan lain-lain. Toh, mereka sangat menikmati itu semua.

Salah satu alasan yang menarik adalah karena sebagian besar mereka menemukan jika sekolah atau kuliah di luar negeri itu meyenangkan. Ketemu dosen atau supervisor itu meyenangkan, dan guru atau dosen sekaligus seperti teman. Apalagi jenjang studi master atau doktor yang hubungan dengan dosen atau supervisor seperti teman biasa.

Dari kasus di atas ada satu hal yang harus dicermati yaitu bagaimana membuat sekolah menjadi kegiatan yang menyenangkan. Anak-anak tertarik untuk sekolah karena sekolah tidak hanya sebagai tempat untuk mencari ijasah. Tetapi, ilmu pengetahuan. Senang untuk bersekolah adalah kunci dan motivator yang luar biasa yang bisa menjadikan siswa. Dengan sendirinya akan belajar tanpa suatu keterpaksaan dan ini menjadi PR kita semua khususnya pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar